Cahaya terang masuk menerobos jendela. Tertangkap
mataku yang baru terbuka. Silau.
Wajah lembut perempuan yang terkulai di bantal
sebelah menyeret kesadaranku sepenuhnya.
Blizzz. Tiba-tiba pikiran gelisah tadi malam
masuk lagi ke dalam otakku. Udara di sekitarku rasanya berubah semua menjadi
karbon dioksida, tak ada oksigen yang bisa kuserap. Cahaya yang merengsek masuk
itu tak membantu, gelap kamar ini membuatku makin tak tenang. Dadaku seperti
samsak yang sedang dipukul, kenapa jadi sakit begini? Perasaan macam apa
ini?!
Ada sesuatu yang mendorong cairan di dalam
sekat-sekat mata ini keluar, aku tak tahan. Menangis.
Aku tahu, aku ingat tadi malam sebelum bisa
terlelap. Bunyi sesuatu yang pecah merenggut lamunanku.
Mereka berdua sedang berhadapan, si perempuan
dicengkeram lengannya oleh si lelaki. Perasaan sesak tiba-tiba masuk ke dadaku.
Si lelaki mulai memaki, diantara mulutnya yang
sibuk itu air ludah mungkin ikut berhamburan. Aku jijik, lebih jijik lagi
dengan kelakuannya.
Aku yang melihat dari sela pintu yang terbuka
melorot. Tak kuasa memerintahkan tubuh untuk mendekat. Mungkin tangan si lelaki
akan mampir lagi dengan tidak terhormat di pipiku. Ditampar.
Tangis sesenggukan mulai terdengar dari si
perempuan, ceracau minta ampun dan mengiba terselip di tengah tangisnya. Si
lelaki tertawa, tangannya dengan ringan melayang mencapai pipi si perempuan.
Plakkk ! Aku mengelak, tak sanggup menonton.
Lelaki itu bergerak menuju lemari kaca, mengambil
sebotol ‘air laknat’, menuangnya ke dalam gelas. Tawanya berderai, mulutnya
mengoceh lagi. Aku muak tapi tak kuasa untuk meninggalkan si perempuan. Setan
dalam lelaki itu mungkin akan segera menuju klimaks sesaat lagi.
Glek. Setengah isi gelas lelaki itu masuk ke
dalam tenggorokannya. Aku sesak sekali, menahan nafas sekaligus air mata agar
tak tumpah. Si perempuan masih sesegukan. Mungkin dia lebih sesak.
Setelah
jeda yang begitu lama, lelaki itu menghabiskan isi gelasnya dengan sekali
tegukan. Senyum liciknya terekam mataku, tangan kanannya
mengayun sesuatu yang berkilat di ujungnya, pisau dapur.
“Mulut perempuan macam
kau ini baiknya dimampuskan saja!”
Aku menelan ludah. Isak
si perempuan terhenti, wajahnya pasi.
“Hentikan !” Ujung
pisau sudah menyentuh perut perempuan itu, tinggal sekali tekanan yang kuat
nyawanya segera dicabut malaikat. Aku melawan semua rasa takut yang sedari tadi
menahan langkahku. Berlari kesetanan menjatuhkan si lelaki dan merebut pisau
dapur itu.
“Pergi! Pintu rumah
kami sudah terbuka lebar merelakan kau enyah dari sini ! Kami tak butuh
laki-laki seperti kau! “ Gantian kuacungkan pisau dapur ke arahnya.
Langkahnya diseret
terburu-buru, menabrak pintu depan. Sebelum membanting pintu keras-keras,
mulutnya masih sempat memaki.
“Dasar perempuan-perempuan tak tahu diuntung!”
Rasa takutku lenyap tak
pamit.
Kudekati si perempuan
dan kudekap tubuhnya.
Pelukanku dibalas
pelukan yang erat sekali, tubuhnya bergetar hebat. Dapat kurasakan ketakutan
merayapi tubuh dan hatinya.
“Jangan takut, Ma.”
“Kenapa Papa-mu jadi
seperti itu Vi?” Pertanyaan perempuan itu tak kujawab, pertanyaan retoris yang
sudah sama-sama kami tahu jawabannya.
Lelaki yang tak pernah
pantas dipanggil Papa. Tak mendapat tempat di hatiku sejak aku tahu tak ada
kata setia di hatinya.
Sampai pagi hinggap
lagi di bumi, kilasan-kilasan itu tak mau lenyap.
Tangisku semakin
mengeras, kugigit ujung selimut. Sesak dan menangis lagi.
####
ceritanya bikin mirisss T_T. mmm apa ya, menurut saya twistnya masih kurang, saya langsung tau ditengah cerita kalo si 'aku' ini anak mereka :). tetap semangat ya mbak ;)
ReplyDeleteiya, baru ngrasa setelah dipost. Twistnya kurang. Nanti belajar lagi.
ReplyDeleteMakasih mba kripik gurihnya, eh kritik maksud-nya :)
kdrt :(
ReplyDeleteNarasinya seru, aku bacanya serasa mendengar langsung jeritan-jeritan antara mama dan papa di adegan kdrt itu.
ReplyDeletehihi. iyaa, setelah baca kalimat utama prompt-nya kepikiran langsung bikin yang tentang kdrt :)
ReplyDeletehmmm apa ya... kayaknya masih bisa dipadatkan lagi..
ReplyDeleteKeep writing!
yup, kalau untuk FF ini kurang padet. dan kurang ngetwist juga.
ReplyDeleteokee... poin belajar : kurang padat & twistt.
ReplyDeletemakasih kritik & sarannya :)